Dedengkot Kolektor di Parittiga, Atung Semakin Merajalela Permainkan Harga Timah ke Penambang Rakyat

Issuu, Parittiga, Bangka Barat – Salah satu dedengkot  kolektor ilegal  di Kecamatan Parittiga, Kabupaten Bangka Barat, lolos dari bidikan Tim Kejagung RI. Kolektor timah itu bernama  Atung yang diduga kuat semakin merajalela mempermainkan harga timah kepada para penambang pasir timah yang menjual hasil tambangnya, Jumat ( 10/10/2025)

 

Keluhan tersebut disampaikan oleh beberapa penambang pasir timah yang selama ini berlangganan menyetor hasil tambangnya kepada kolektor Atung yang beralamat di Jl Vihara, Dusun Bukit Lintang, Kecamatan Parittiga. 

 

Salah satu penambang mengatakan kepada media ini, jika Atung membeli dengan harga Rp. 140 – 150 ribu/kilo timah  jauh dibawah harga pasar yang berlaku yakni seharga Rp. 175 ribu/kilo timah pada kolektor – kolektor lain di wilayah itu . Perbedaan harga yang cukup jauh antara 30 hingga 40 ribu membuat para penambang yang berlangganan kepada kolektor Atung merasa tercekik.

 

“ Harga hasil timah kami dibeli oleh Atung 140 atau 150 ribu saja dalam perkilonya , sementara dipasaran dan di kolektor lain sudah membeli dengan harga 175 ribu perkilo,” keluh S salah satu penambang 

 

“ Bahkan saat kita menyetor hasil timah, kami  disuruh mencuci kembali sampai bersih namun begitu harga malahan dibeli hanya 100 ribu perkilo,” kesalnya.

 

Ketika disinggung kenapa tidak menjual pasir timah  hasil tambangnya kepada pembeli timah atau kolektor lainya sehingga memperoleh harga yang ia harapkan, para penambang tersebut jika dirinya masih mempunyai sedikit sangkutan biaya operasional saat pertama kali menjalankan usaha tambang rajuk user.

 

“ Kami masih ada sangkutan Bang, ini yang membuat kita kesulitan untuk menjual kepada kolektor lain jadi kami sudah diikat oleh sangkutan itu, kecuali kamu melunasinya baru bisa, tapi dengan hasil yang pas – pasan ini mau dak mau kami bertahan dengan harga segitu yang penting kami bisa makan dengan anak bini,” jelasnya.

 

“ Kami sudah pernah menjual ke tempat lain dan ketahuan kami langsung ditagih sangkutan – sangkutan kami dengan membayar uang tunai tidak perlu setor timah, tapi dengan uang tunai,” tambahnya.

 

Salah satu sumber mengatakan jika sikap kesombongan dan  arogansi Atung terhadap relasinya itu diduga kuat karena adanya hubungan dekat dengan para APH setempat. 

 

“ Dia itu merasa dekat dengan anggota, makanya sombong dan arogan,” ungkap sumber.

 

Atung sendiri saat dikonfirmasi oleh wartawan media terkait informasi yang disampaikan kepada dirinya, ia menjawab singkat dengan nada sinis dan penuh arogansi “ Lagu lama,” tulisnya.

 

Apa yang dilakukan oleh oknum kolektor ini berbanding terbalik dengan apa yang menjadi tuntutan masyarakat penambang saat melakukan demo di depan kantor PT Timah beberapa waktu lalu. 

 

Saat masyarakat penambang menginginkan harga yang sesuai namun masih ditemukan kolektor – kolektor nakal seperti Atung,  terkesan menindas  terhadap harga hasil tambang timah  yang diperjuangkan oleh rakyat penambang.

 

“ Modusnya sangat jelas, kolektor ini sengaja mengikat penambang timah dengan memberikan kemudahan berupa biaya operasional supaya penambang tetap menjual hasil tambangnya walaupun dibelinya dengan harga murah,” ungkap salah pengamat pertimahan di wilayah itu.

 

“ Ini adalah bentuk penindasan terhadap masyarakat penambang yang beberapa hari lalu berjuang menyuarakan tuntutannya atas harga timah yang berlaku selama ini dan dirasa sangat tidak sesuai, namun fakta dilapangan harga timah itu diprovokasi oleh kolektor nakal sekelas Atung,” sebutnya

 

“ Kolektor -kolektor seperti inilah yang sudah seharus diberantas dan dibasmi karena tidak pro kepada penambang,” tambahnya

 

Terkait hal ini, wartawan media akan melakukan upaya – upaya konfirmasi ke pihak – pihak terkait, dan Aparat Penegak Hukum dalam hal ini Polsek Jebus dan Polres Bangka Barat, bahkan ke Polda Babel, untuk segera menangani dan memberantas kolektor – kolektor penindas seperti halnya oknum kolektor di Kecamatan Parittiga  bernama ATUNG. (red )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *